I.
ALIRAN-ALIRAN HUKUM
Dalam praktik peradilan terdapat beberapa aliran hukum yang mempunyai
pengaruh luas bagi pengelolaan hukum dan proses peradilan. Aliran hukum yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Aliran legisme
Cara pandang aliran legisme adalah bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. Maksudnya diluar undang-undang tidak ada hukum. Dengan demikian, hakim dalam melaksanakan tugasnya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang belaka (wetstiopasing), dengan cara yuridische sylogisme, yakni suatu deduksi logis dari perumusan yang umum (preposisi mayor) kepada suatu keadaan yang khusus (preposisi minor), sehingga sampai kepada suatu kesimpulan (konklusi). Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan dapat diselesaikan dengan undang-undang. Oleh karena itu, mengenai hukum yang primer adalah pengetahuan tentang undang-undang, sedangkan mempelajari yurisprudensi adalah sekunder.
Cara pandang aliran legisme adalah bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. Maksudnya diluar undang-undang tidak ada hukum. Dengan demikian, hakim dalam melaksanakan tugasnya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang belaka (wetstiopasing), dengan cara yuridische sylogisme, yakni suatu deduksi logis dari perumusan yang umum (preposisi mayor) kepada suatu keadaan yang khusus (preposisi minor), sehingga sampai kepada suatu kesimpulan (konklusi). Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan dapat diselesaikan dengan undang-undang. Oleh karena itu, mengenai hukum yang primer adalah pengetahuan tentang undang-undang, sedangkan mempelajari yurisprudensi adalah sekunder.
2. Aliran freie rechtslehre atau freie rechtsbewegung atau freie rechtschule
Pandangan Aliran freie rechtslehre/rechtsbewegung/rechtsschule berbeda cara
pandang dengan aliran legisme. Aliran ini beranggapan, bahwa di dalam
melaksanakan tugasnya, seorang hakim bebas untuk melakukan sesuatu menurut
undang-undang atau tidak. Hal ini dikarenakan pekerjaan hakim adalah
menciptakan hukum. Aliran ini beranggapan bahwa hakim benar-benar sebagai
pencipta hukum (judge made law), karena keputusan yang berdasarkan keyakinannya
merupakan hukum. Oleh karena itu, memahami yurisprudensi merupakan hal primer
di dalam mempelajari hukum, sedangkan undang-undang merupakan hal yang
sekunder.
Tujuan
daripada freie rechtslehre menurut R. Soeroso adalah sebagai berikut:
a. Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara member
kebebasan kepada hakim tanpa terikat pada undang-undang, tetapi menghayati tata
kehidupan sehari-hari.
b. Membuktikan bahwa dalam undang-undang terdapat
kekurangan-kekurangan dan kekurangan itu perlu dilengkapi.
c. Mengharapkan agar hakim memutuskan perkara
didasarkan kepada rechts ide (cita keadilan)
3. Aliran rechtsvinding (penemuan hukum)
Aliran ini berpendapat bahwa hakim terikat pada undang-undang, tetapi tidak
seketat sebagaimana pendapat aliran legisme, sebab hakim juga mempunyai
kebebasan. aliran rechtsvinding adalah suatu aliran yang berada di antara
aliran legisme dan aliran freie rechtslehre/rechtsbewegung/rechtsschule. Dalam
hal ini, kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat freie rechtsbewegung,
sehingga hakim di dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kebebasan yang terikat.
(gebonden vrijheid), atau keterikatan yang bebas (vrije gebondenheid). Jadi
tugas hakim merupakan melakukan rechtsvinding, yakni menyelaraskan
undang-undang yang mempunyai arti luas. Kebebasan yang terikat dan keterikatan
yang bebas terbukti dari adanya beberapa kewenangan hakim, seperti penafsiran
undang-undang, menentukan komposisi yang terdiri dari analogi dan membuat
pengkhususan dari suatu asas undang-undang yang mempunyai arti luas.
Menurut aliran rechtsvinding bahwa yurisprudensi sangat penting untuk
dipelajari di samping undang-undang, karena di dalam yurisprudensi terdapat
makna hukum yang konkret diperlukan dalam hidup bermasyarakat yang tidak
ditemui dalam kaedah yang terdapat dalam undang-undang. Dengan demikian
memahami hukum dalam perundang-undangan saja, tanpa mempelajari yurisprudensi
tidaklah lengkap, Namun demikian, hakim tidaklah mutlak terikat dengan
yurisprudensi seperti di negara Anglo Saxon, yakni bahwa hakim secara mutlak
mengikuti yurisprudensi.
4. Aliran sicoilogishe rechtschuke
Pada dasarnya tidak setuju dengan adanya kebebasan bagi para pejabat hukum
untuk menyampingkan undang-undang sesuai dengan perasaanya. Oleh karena itu,
aliran ini hendak menahan dan menolak kemungkinan sewenang-wenang dari hukum,
sehubungan dengan adanya freieserhessen dalam aliran rechtsschule. Pada
akhirnya aliran ini mengimbau suatu masyarakat bagi pejabat-pejabat hukum
dipertinggi berkenaan dengan pengetahuan tentang ekonomi, sosiologi dan
lain-lain, supaya kebebasan dari hakim ditetapkan batas-batasnya dan supaya
putusan-putusan hakim dapat diuji oleh public opinion.
5. Aliran sistem hukum terbuka (open system)
Berpendapat bahwa hukum itu merupakan suatu sistem, bahwa semua
peraturan-peraturan itu saling berhubungan yang satu ditetapkan oleh yang lain;
bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat disusun secara mantik dan untuk yang
bersifat khusus dapat dicari aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah pada
asas-asas. Sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan yang diatur dalam
keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain,
tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk
mencapai suatu tujuan. Sebelum dikenal
hukum tertulis, maka satu-satunya sumber hukum adalah hukum kebiasaan. Oleh
karena hukum kebiasaan itu sifatnya tidak tertullis, maka dapat dibayangkan
bahwa tidak ada kepastian atau keseragaman hukum. Kemudian lahirlah
aliran-aliran penemuan hukum, yang pada dasarnya bertitik tolak pada pandangan
mengenai apa yang merupakan sumber hukum. Jadi aliran-aliran itu merupaka
aliran-aliran tentang ajaran sumber hukum.
II.
ALIRAN YANG BERLAKU DI INDONESIA
Aliran yang berlaku di Indonesia adalah aliran rechtsvinding, bahwa hakim
dalam memutuskan suatu perkara berpegang pada undang-undang dan hukum lainnya
yang berlaku di dalam masyarakat secara kebebasan yang terikat (gebonden
vrijheid) dan keterikatan yang bebas (vrije gebondenheid). Tindakan hakim
tersebut berdasarkan pada pasal 20,22 AB dan Pasal 16 ayat (1) dan pasal 28
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Pasal 20 AB
mengatakan bahwa:
Hakim harus
mengadili berdasakan undang-undang
Pasal 22 AB
mengatakan bahwa:
Hakim yang
menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas
atau tidak lengkap, dapat dituntut karena menolak untuk mengadili.
Pasal 16
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi:
Pengadilan
tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya.
Pasal 28
ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi:
Hakim wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat.
III.
PEMBAGIAN HUKUM
1. Pembagian
Hukum Menurut Tempat Berlakunya
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlakubagi seluruh warga negara di dalam suatu negara.
b. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain yang harus ditaati apabila warga negara masuk ke wilayah negara negara lain.
d. Hukum Agama, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan bersama oleh masing-masing agama untuk para anggota pengikutnya.
2. Pembagian Hukum Menurut Isinya
a. Hukum Privat(Hukum Sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih dengan menitikberatkan masalah kepada kepentingan perorangan.
b. Hukum Publik(Hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan kenegaraan atau hubungan antara negara dengan perorangan(warga negara)
3. Pembagian Hukum Menurut Waktu Berlakunya
a. Ius Contitutum (Hukum Positif), yaitu hukum yang berlaku bagi seluruh warga negara dalam suatu waktu tertentu dan di dalam suatu tempat tertentu.
b. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku di masa yang akan datang.
c. Hukum Asasi(Hukum), yaitu hukum yang berlaku di dalam segala waktu dan tempat di dalam belahan dunia. Hukum tersebut berlaku untuk masa yang tidak dapat ditentukan dan tidak mengenal batas waktu terhadap siapapun juga di seluruh dunia.
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlakubagi seluruh warga negara di dalam suatu negara.
b. Hukum Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional.
c. Hukum Asing, yaitu hukum yang berlaku di negara lain yang harus ditaati apabila warga negara masuk ke wilayah negara negara lain.
d. Hukum Agama, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan bersama oleh masing-masing agama untuk para anggota pengikutnya.
2. Pembagian Hukum Menurut Isinya
a. Hukum Privat(Hukum Sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih dengan menitikberatkan masalah kepada kepentingan perorangan.
b. Hukum Publik(Hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat-alat perlengkapan kenegaraan atau hubungan antara negara dengan perorangan(warga negara)
3. Pembagian Hukum Menurut Waktu Berlakunya
a. Ius Contitutum (Hukum Positif), yaitu hukum yang berlaku bagi seluruh warga negara dalam suatu waktu tertentu dan di dalam suatu tempat tertentu.
b. Ius Constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku di masa yang akan datang.
c. Hukum Asasi(Hukum), yaitu hukum yang berlaku di dalam segala waktu dan tempat di dalam belahan dunia. Hukum tersebut berlaku untuk masa yang tidak dapat ditentukan dan tidak mengenal batas waktu terhadap siapapun juga di seluruh dunia.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar